Lailatul Qodar: Hakikat, Ciri-ciri, dan Prediksi Terjadinya, serta Amaliahnya
Oleh: Ust. Dr. Ahmad Ali MD, M.A.
بسم اللّٰه الرحمن الرحيم، الحمد لله، والصلاة والسلام على سيدنا محمد صلى اللّٰه عليه وسلم نبي الرحمة، وعلى آله وصحبه ومن والاه ومن تبع هداه، وبعد.
Saudara kami Mas Hantok Fadilah Amin, Blitar Jawa Timur, semoga dikaruniai pemahaman dan pengamalan agama yang baik, yang menanyakan tentang postingan mengenai riwayat atau pendapat atau pengalaman Imam Al-Ghazali r.a. dan Imam Asy-Syadzili r.a. mengenai terjadinya Lailatul Qadar, sebagaimana disebutkan sumber rujukan atau kutipannya, yaitu kitab I’ânatuth Thâlibîn, karya Sayid Abu Bakar, yang masyhur dengan nama Sayid al-Bakri Ibn al-‘Ârif billâh As-Sayid Muhammad Syathâ’ ad-Dimyâthî, terbitan Minasari Surabaya, t.t., juz 2, hlm. 257-258.
Bahwa postingan tersebut benar (sesuai) dengan kitab I’ânatuth Thâlibîn. Pengarang kitab I’ânath ath-Thâlibîn sejatinya sebagaimana dikatakannya sendiri mengutip dari Syaikh al-Qulyûbî dalam kitab al-Qulyûbî wa-‘Amîrah (Juz 2, hlm. 75), yang mengutip perkataan Syaikh Abû al-Hasan asy-Syadzilî tentang pengalamannya selalu mendapatkan Lailatul Qadar sejak usia baligh.
قَالَ الشَّيْخُ أَبُو الْحَسَنِ وَمُنْذُ مَا بَلَغْتُ سِنَّ الرِّجَالِ مَا فَاتَانِيْ لَيْلَةُ الْقَدْرِ.
“Berkata Syaikh Abu al-Hasan: “Dan sejak aku telah mencapai usia dewasa (baligh) aku tidak pernah terlepas dari memperoleh Lailatul Qadar”.
Berkaitan dengan Lailatul Qadar (LQ), untuk menambah wawasan dan kualitas amaliah ibadah, penting dikemukakan beberapa hal sebagai berikut.
A. Hakikat Lailatul Qadar
Lailatul Qadar adalah peristiwa malam yang istimewa karena ada ketersingkapan malakût (kemuliaan dan kekuasaan Allah SWT), menjadi karakteristik umat Islam (min khashâish hâdzihi al-Ummah), dan terus berlangsung hingga hari Kiamat.
Disebut Lailatul Qadar karena keluhuran statusnya (li’ulwi qadrihâ) atau karena kemuliaannya (lisyarafihâ) atau karena pemutus atau penentuan takdir-takdir di dalam Lailatul Qadar tersebut (lifashli al-aqdâr fîhâ).
Karena itulah, fadhilah amalan di malam Lailatul Qadar lebih baik dari amalan seribu bulan di selain malam Lailatul Qadar tersebut (sekitar 83 tahun lebih).
Lailatul Qadar itu dapat dilihat secara nyata (waturâ haqîqatan).
Di antara tanda Lailatul Qadar adalah malam terjadinya itu tidak panas dan tidak pula dingin.
Oleh karena itu, orang yang melihat (mendapatkan) Lailatul Qadar disunahkan untuk merahasiakannya.
Di Lailatul Qadar tersebut disunahkan untuk menghidupkannya dengan beberapa amaliah ibadah. (Qulyûbî wa-‘Amîrah, Juz 2, hlm. 75).
Keutamaan Lailatul Qadar itu dapat dicapai oleh orang yang menghidupkannya (mengisinya dengan ibadah), meskipun ia tidak merasakan (kehadiran) Lailatul Qadar tersebut.
B. Prediksi Terjadinya Lailatul Qadar
Apakah Lailatul Qadar (LQ) hanya terjadi di Bulan Ramadhan atau bisa di bulan selainnya, dan umumnya kapan terjadinya?
Terdapat ikhtilaf (perbedaan pendapat) di antara ulama madzab tentang terjadinya Lailatul Qadar.
1. Imam Malik r.a.: Lailatul Qadar terjadi sepanjang tahun, ghalibnya pada bulan Ramadhan, dan ghalibnya lagi pada sepuluh akhirnya.
2. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafii r.a.: Lailatul Qadar adanya di bulan Ramadhan tidak berpindah dari Ramadhan, dan ghalibnya terjadi pada sepuluh akhirnya.
3. Masyhur dari riwayat Ubay bin Ka’b dan Ibn ‘Abbas dan banyak ulama lainnya, Lailatul Qadar terjadi pada malam ke-27 (dua puluh tujuh) Ramadhan, yaitu malam yang pagi harinya terjadi peristiwa besar, Perang Badar, yang Allah meluhurkan Islam dengan Perang Badar ini, Allah menurunkan malaikat-Nya untuk membantu kaum muslimin. Hal ini sebagaimana diisyaratkan bahwa jumlah kata dalam surat al-Qadar itu 30 (tiga puluh) kata, sebagaimana jumlah hari bulan Ramadhan.
4. Riwayat dari sebagian ahli kasyaf, batasan/prediksi Lailatul Qadar itu berdasarkan awal bulan Ramadhan dalam seminggu (7 hari).
Bersumber dari imam al-Ghazali, imam asy-Syadzili, dll.:
*) Jika awal Ramadhan Ahad, maka LQ terjadi malam ke-29.
*) Jika awalnya Senin, maka LQ malam ke-21.
*) Jika awalnya Selasa, maka LQ malam ke-27.
*) Jika awalnya Rabu, maka LQ malam ke-19.
*) Jika awalnya Kamis, maka LQ malam ke-25.
*Jika awalnya Jumat, maka LQ malam ke-17.
*) Jika awalnya Sabtu, maka LQ malam ke-23.
Berdasarkan beberapa kitab (kitab Hâsyiyat ash-Shâwî, I’ânat ath-Thâlibîn dan Hâsyiyat al-Bâjûrî), diperoleh pemahaman bahwa:
Prediksi Malam Qadar (Lailatul Qadar) Ramadhan 1444/2023 ini terjadi pada malam ke-25 Ramadhan.
Hal ini karena berdasarkan prediksi LQ oleh imam al-Ghazali, sebagaimana dikutip dlm Kitab I’ânath ath-Thâlibîn, Juz 2, hlm. 257, dan riwayat imam Asy-Syadzili Hâsyiyat, sebagaimana dikutip dalam Hâsyiyat ash-Shâwî, Juz 4, hlm. 337:
Jika awal Ramadhan hari Kamis, maka Lailatul Qadar (LQ) terjadi pada malam ke-25 Ramadhan.
Sungguhpun demikian, Lailatul Qadar bisa terjadi pula pada malam ke-21 Ramadhan, berdasarkan prediksi Syaikh Ibrahim al-Baijuri dlm kitabnya Hâsyiyat al-Bâjûrî_ juz 1 hlm. 304. Demikian pula, LQ bisa terjadi di luar prediksi di atas, tetapi masih dalam sepuluh malam akhir Ramadhan, utamanya malam yang ganjil.
Oleh karena itulah, kita dianjurkan untuk taharrî (berusaha mempersiapkan diri dan menghidupkan malam Ramadhan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai Lailatul Qadar) dengan berbagai amal ibadah, terutama pada malam sepuluh akhir Ramadhan, terutama malam-malam ganjil.
Dalam hadis disebutkan:
عن عائشة رضي اللّٰه عنها أن رسول اللّٰه صلى اللّٰه عليه وسلم قال: تحروا ليلة القدر في الوتر من العشر الأواخر من رمضان (رواه البخاري).
Dari Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Bersungguh-sungguhlah ibadah untuk meraih Lailatul Qadar pada tanggal ganjil dari sepuluh akhir bulan Ramadhan (HR al-Bukhari)
C. Ciri-Ciri Lailatul Qadar
Oleh karena itu, dapat kita amati ciri-ciri Lailatul Qadar, yang dirangkaikan keterangannya dari beberapa kitab.
Disebutkan dalam kitab Hâsyiyat ash-Shâwî ‘alâ Tafsîr al-Jalâlain (Juz 4, hlm. 453), Qulyûbî wa-‘Amîrah (Juz 2, hlm. 75), dan karya Sulthan al-Auliya’ Syaikh ‘Abd al-Qadîr al-Jîlânî al-Hasanî, al-Ghunyah li-Thâlib Tharîq al-Haqq (Juz 2, hlm. 14), karya ciri-ciri Lailatul Qadar sbb:
1. Sedikit atau bahkan tidak terdengar gonggongan anjing;
2. Sedikit atau bahkan tidak terdengar suara ringkikan himar (keledai). (Bila dikiaskan (dipersamakan) dengan ini, berarti sedikit atau bahkan tidak terdengar suara hewan berkaki empat, termasuk bahkan hewan ternak;
3. Air asin berubah menjadi tawar;
4. Semua makhluk (termasuk pepohonan) terlihat bersujud kepada Allah Taala;
5. Terdengarnya bacaan dzikir kepada Allah Taala dari setiap sesuatu (termasuk pepohonan dan binatang);
6. Malam cerah, bersinar terang;
7. Paginya mentari terbit dengan jelas, sinarnya putih yang terpecah (thulû’ syamsihi baidhâ’ munkasirat al-syu’â’) atau bahkan dikatakan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir al-Jailani hilang sinarnya itu. Dengan kata lain, meski matahari tidak tertutup mendung, sinarnya terpecah-pecah atau redup ataupun bahkan hilang, hal ini dikatakan karena adanya lalu lintas malaikat di malam tersebut (min katsrat taraddud al-malâ’ikat fîhâ).
8. Pada malam Lailatul Qadar itu tidak ada di antara dua tanduk setan, seperti hari selainnya.
9. Suhu atau cuaca malam Lailatul Qadar tidaklah panas juga tidak dingin.
D. Amaliah di Malam Lailatul Qadar (Ihyâ’al-Lail)
Amaliah yang disunahkan pada malam Lailatul Qadar adalah memperbanyak ibadah (katsrat al-‘ibâdah) dan menghidupkannya (ihyâ’ al-lail) dengan berbagai amal kebaikan.
Ibadah yang disunahkan untuk dilakukan di malam Lailatul Qadar (ihyâ’ al-lail), paling kurang ada 9 (sembilan) macam sebagai berikut.
1. I’tikaf di masjid. Berdasarkan hadis, di antaranya:
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهَا قَالَتْ: كَانَ النَّبِيُّ صلّى اللّٰه عليه وسلّم إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأَحْيَا لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ (رواه البخاري).
Dari ‘Aisyah r.a. berkata: Nabi SAW bila telah masuk sepuluh (akhir Ramadhan) beliau mengencangkan kain samping/ikat pinggangnya (yakni tidak menggauli isterinya), menghidupkan malamnya (untuk ketaatan) dan membangunkan isterinya (untuk shalat) (HR al-Bukhari)
2. Berdoa kebaikan dengan sebaik-baik amalan doa yang dilakukan pada malam tsb (Lailatul Qadar), yaitu berdoa mohon ampunan terhadap dosa, agar tidak dikenai siksa, dan mohon ‘âfiah (afiat), yakni keselamatan dalam agama dari fitnah, keselamatan dari rasa sakit dan penyakit, keselamatan diri, keluarga dan harta benda dari bencana dan musibah. Singkatnya, keselamatan lahir batin (‘âfiah). Doanya seperti :
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّيْ.
Artinya: “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Pengampun, Engkau cinta pengampunan, karena itu mohon ampunilah aku.”
Redaksi lainnya:
اَللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنَّا.
Artinya: “Ya Allah, sungguh Engkau Maha Pengampun Maha Mulia, Engkau cinta pengampunan, karena itu mohon anugerahkanlah ampunan kepada kami.”
3. Shalat, dengan ketentuan bagi yang berat shalat sambil berdiri, seyogianya dalam shalatnya memilih untuk membaca surat yang ada keterangan tentang banyaknya pahala dalam membacanya, yaitu:
1) Ayat Kursi, sebagaimana tersebut dalam hadis, ayat kursi itu ayat yang utama dalam Al-Qur’an.
2)Ayat akhir surat al-Baqarah, berdasar hadis Nabi SAW :
عَنْ أَبِيْ مَسْعُوْدٍ (عقبة بن عمرو الأنصاري البدري) رَضِيَ اللّٰهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ قَرأ بِالْآيَتَيْنِ مِنْ آخِرِ سُوْرَةِ الْبَقَرَةِ فِيْ لَيْلَةٍ كَفَتَاهُ (رواه البخاري)
Artinya: Dari Abû Mas’ûd (‘Uqbah bin ‘Umar al-Anshârî al-Badrî) r.a. ia berkata: Nabi SAW bersabda, “Siapa yang membaca kedua ayat dari akhir surat al-Baqarah (ayat ke-285 dan 286) dalam suatu malam, maka keduanya telah mencukupinya.”
Makna: “kafatâhu” (keduanya telah mencukupinya), maksudnya menurut imam An-Nawawi, sebagaimana dikutip imam Ibn Hajar al-‘Asqalânî dalam kitab Syarah Fath al-Bârîbmelalui kutipan al-Karmânî, bisa meliputi semua arti ini:
(1) mencukupi dari membaca seluruh Al-Qur’an dalam shalat malam, atau
(2) mencukupi dari membaca Al-Qur’an secara mutlak, baik dalam shalat maupun di luar shalat, atau
(3) mencukupi hal-hal yang berkaitan dengan i’tikad, karena kedua ayat tersebut mencakup keimanan dan amal perbuatan, atau
(4) mencukupi (melindungi) dari keburukan, atau
(5) mencukupi dari keburukan/kejahatan setan, atau
(6) melindungi/menghindarkan dari keburukan/kejahatan manusia dan jin, atau
(7) mencukupi suatu pahala yang diperoleh sebab kedua ayat itu, dari tuntutan kebutuhan yang lain, karena kedua ayat itu khusus memuat pujian pada indahnya ketaatan para sahabat kepada Allah Taala, merujuk kepadaNya, dan capaian ijâbah (pengabulan) orientasi atau maksud mereka.
(8) mencukupi dari membaca Ayat Kursi dan Surat al-Kahfi.
(9) mencukupi dari shalat malam;
(10) mencukupi dari (godaan) setan,
(11) mencukupi/melindungi dari bencana/musibah (al-âfât). (Fath al-Bârî).
3) Surat Idzâ Zulzilat, karena menyamai setengah Al-Qur’an.
4) Surat Al-Kafirun, karena sebanding dengan seperempat Al-Qur’an.
5) Surat Al-Ikhlash, karena sebanding dengan sepertiga Al-Qur’an.
6) Surat Yasin, karena ia hati Al-Qur’an (qalb al-Qur’ân), dan karena bisa dibacakan untuk apa saja.
4. Selain itu, hendaknya memperbanyak istighfar, membaca tasbih (subhãnallâh), tahmîd (al-hamdulillâh), tahlil (lâ ilâha illallâh), dan beragam dzikir.
5. Memperbanyak membaca shalawat atas Nabi Muhammad SAW.
6. Berdoa dengan sesuatu yang disenangi untuk diri sendiri dan untuk orang-orang yang dicintai, baik masih hidup maupun sudah meninggal dunia.
7. Bersedekah dengan yang mudah, tidak memberatkan atau memaksakan diri.
8. Menjaga anggota badan dari maksiat.
9. Shalat maghrib, isya’ dan subuh dengan berjamaah. Dikategorikan sebagai menghidupkan malam Lailatul Qadar itu dengan shalat maghrib dan shalat isya’ berjamaah.
Disebutkan dalam hadis:
١ـ مَنْ صَلَّى الْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ مِنْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ (الحديث نقله الشيخ الصاوي المالكي في حاشية الصاوي على تفسير الجلالين)
٢ـ عن عثمانَ بن عفانَ رضي اللّٰه عنه قال: سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللّٰهَ صلى اللّٰه عليه وسلم يَقْوْلُ: مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلَ كُلَّهُ (رواه مسلم)
٣ـ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللّٰهُ الْحَلِيْمُ الْكَرِيْمُ، سُبْحَانَ اللّٰهِ رَبِّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعَ وَرَبِّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، كَانَ كَمَنْ أَدْرَكَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ (رواه الدوالبي وابن عساكر عن الزهري)
Artinya: 1. Siapapun yang shalat maghrib dan isya’ berjamaah, maka ia telah mengambil (memperoleh) bagian yang penuh dari Lailatul Qadar (Hadis dikutip oleh Syaikh ash-Shawi al-Maliki dalam Hâsyiyat ash-Shâwî ‘alâ
Tafsîr al-Jalâlain)
2. Dari Utsman bin ‘Affan ra. berkata: “Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: ‘Siapapun yang shalat isya’ berjamaah, maka seakan-akan (pahalanya sama dengan) ia shalat separuh malam, dan siapapun yang shalat subuh berjamaah, maka seakan-akan (pahalanya sama dengan) ia shalat seluruh malam (HR Muslim)
3. Siapapun yang membaca: “SubhânalLâhi Rabbis Samâwâtis sab’i waRabbil ‘Arsyil ‘Azhîm” sebanyak tiga kali, maka ia seperti orang yang memperoleh Lailatul Qadar ( HR ad-Dawalibi dan Ibn ‘Asakir dari Az-Zuhri r.a.)
Seyogianya semua amalan di atas dilakukan setiap malam Ramadhan.
والله أعلم بالصواب.
Demikian, semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat serta berkah bagi kita semua.
هدانا اللّٰه وإياكم أجمعين
والله الموفق إلى أقوم الطريق
Pertama kali ditulis di Kota Tangerang, Jumat Dini Hari, 21 Ramadhan 1438~16 Juni 2017, dan telah disunting/diupdate secukupnya, pada Ahad, 18 Ramadhan 1444 H/9 April 2023 H.
Akhûkum fiLlâh wa-al-Faqîr ilâ RahmatiH
Ust. Dr. Ahmad Ali MD, MA.
———
Pendiri dan Ketua Yayasan Manhajuna Madania Salam,
Twitter: @AliMD; Instagram: ahmadali.md
Tiktok: @ali_md_9 Youtube: Ahmad Ali MD Channel, Facebook: Ahmad Ali MuslimDaroini; Website: www.manhajuna.id; email: alimd3708@gmail.com