Close

Menggerakkan Jiwa Berwirausaha (Entrepreneurship)

Menggerakkan Jiwa Berwirausaha (Entrepreneurship)

Oleh: Ust. Dr. Ahmad Ali MD, M.A.

Semua manusia, tentu yang sehat akal dan jiwanya, mendambakan kebahagiaan (as-sa‘âdah). Dalam upaya mencapai kebahagiaan itu, Allah SWT telah memberikan sarana kepada manusia, antara lain harta benda. Karena itu, penting memperhatikan wejangan Imam al-Ghazali (w. 505 H), dalam Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn, mengenai cara meraih kebahagiaan. Kebahagiaan bisa dicapai dengan tiga sarana (wasilah) yang ada di dunia. Pertama, keutamaan atau karunia Tuhan yang berhubungan dengan kejiwaan (al-fadhâ’il an-nafsiyyah), seperti ilmu dan akhlak (kepribadian) terpuji. Kedua, karunia Tuhan yang berhubungan dengan jasmani (al-fadhâ’il al-badaniyyah), seperti sehat dan tidak cacat. Dan ketiga, karunia Tuhan yang bersifat eksternal, di luar badan (al-fadhâ’il al-khârijah ‘an al-badan), seperti harta dan berbagai sarana lainnya. Dari tiga karunia itu, tingkatan yang tertinggi adalah karunia immateri (kepribadian baik).

Jelas di antara karunia Tuhan untuk mencapai kebahagiaan itu adalah harta benda, sebagai wasilah. Atas dasar itu, porsi untuk mendapatkan harta harus menjadi perhatian bersama. Dalam kerangka ini pula, hidup kita di dunia harus dipenuhi dengan kebaikan, di antaranya berwirausaha (entrepreneurship). Mengapa berwirausaha penting? Karena berwirausaha adalah sarana untuk meraih harta sebanyak-banyaknya dengan jalan halal, serta untuk meraih keberkahan dan rahmat Tuhan.

Nabi SAW mengajarkan keberkahan terdapat dalam berwirausaha. Beliau bersabda: “Tiga hal yang di dalamnya ada berkah, yaitu jual-beli dengan model (sistem) tempo (kredit), muqâradhah (memberikan modal kepada seseorang dengan hasilnya dibagi dua), dan mencampur gandum dengan sya‘ir (jemawut) untuk makanan di rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibn Majah). Juga sabdanya, “Semoga Allah merahmati orang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menarik hak (piutang)-nya.” (HR. al-Bukhari)

Al-Munawi (w. 1031 H), dalam Faidh al-Qadîr Syarh al-Jamî’ al-Shaghîr, menjelaskan hadis ini mengajarkan ajaran fundamental dalam Islam, yaitu dorongan agar toleran (tasamuh): memberi kelonggaran dalam bermuamalat (transaksi), tidak mempertengkarkan dan menyulitkan ketika menagih hak (piutang), serta agar berakhlak mulia dalam bertransaksi. Doa dalam hadis ini menunjukkan bahwa memberikan kemudahan dan sikap toleran itu menjadi penyebab curahan rahmat Allah SWT bagi orang yang melakukannya.

Jadi, mendapatkan harta sebanyak-banyaknya bila dilakukan dengan benar dan tujuan baik adalah perbuatan baik. Imam ‘Ali Karramallahu wajhah, dalam Ihyâ’ Ulûmiddîn, berkata:

“Andaikan seseorang mengambil semua yang ada di bumi dan dimaksudkan untuk mencari rida Allah Taala, maka ia seorang yang zahid (tidak materialistik dan tidak hedonis); Sebaliknya jika ia meninggalkan seluruh apa yang ada di bumi, tetapi hal itu tidak dimaksudkan untuk mencari rida Allah Taala, maka ia bukanlah seorang yang zahid…”

Penting ditegaskan bahwa harta baik (halal) merupakan nikmat bagi orang saleh (“Sebaik-baik harta yang baik [halal] adalah harta yang dimiliki orang baik (saleh).” (HR. Imam Ahmad dan al-Thabranî). Ini menunjukkan bahwa harta terbaik (halal) adalah harta yang dimiliki atau dikuasai orang baik (saleh). Sementara harta yang dimiliki atau dikuasai orang tidak baik, dapat dipastikan bukan harta baik, ditinjau dari asal usulnya, ataupun penggunaannya. Ini menjadi landasan penting, agar orang Muslim banyak menjadi saudagar-saudagar, yang dengan banyak hartanya dapat digunakan untuk kemaslahatan dan kebajikan.

Prinsip Syariah
Tidaklah salah mencari harta sebanyak-banyaknya, bahkan keharusan. Hanya saja, harta itu harus diperoleh sesuai dengan prinsip syariah, yakni melalui jalan dan sarana yang dibenarkan dan diajarkan syariat. Prinsip syariah berisi larangan memperoleh harta dengan cara yang mengandung unsur perjudian (maisir), riba, gharar (ketidakjelasan), dharar (bahaya), dan zalim (aniaya). Lebih lanjut, harta harus pula dipergunakan (diinvestasikan) berdasar ketentuan syara’: kebaikan dan jalan-jalan kemaslahatan (fi sabilillah).

Pada dasarnya menjadi kaya itu bagian dari dua prototipe manusia. Pertama, orang yang berorientasi duniawi saja, orientasi non Mukmin (paham materialisme, hedonisme). Ia tidak akan mendapatkan kebahagiaan ukhrawi. Kedua, orang yang berorientasi duniawi dan ukhrawi, orientasi orang mukmin, percaya akhirat dan adanya pertanggung jawaban pascakematian. Ia akan mendapatkan kebahagiaan dunia akhirat; Hal ini ditegaskan QS. 2: 200-202, bahwa hasanah dimaknai sebagai nikmat, yaitu keberkahan dan kebaikan: kesehatan, isteri salehah, rumah luas, anak-anak cerdas dan saleh, kendaraan nyaman dan sebagainya sebagai sarana meraih kebahagiaan akhirat.
Syekh ash-Shawî (w. 1825 M), dalam Hâsyiyat al-‘Allâmah ash-Shâwî, menegaskan: “Semua hal di dunia yang selaras dengan tabiat kemanusiaan dan menopang pencapaian rumah akhirat maka merupakan kebaikan-kebaikan dunia.” Orang yang berorientasi dunia akhirat diberi balasan oleh Allah dengan balasan baik (QS. 2: 202).

Itulah eksistensi harta adalah menjadi alat dan wasilah untuk tujuan baik (ibadah), dalam rangka mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk menjumpai kematian (QS. 18: 46). Dengan menggerakkan jiwa berwirausaha (entrepreneurship) ini akan mendorong tumbuh kembangnya industri halal di tanah air. Untuk itulah, Majelis Ulama Indonesia (MUI) perlu mendorong tumbuh kembangnya industri halal. Dengan begitu, menjadi semakin jelas peran pentingnya dalam penetapan halal suatu produk (isbat halal). *)

Ust. Dr. Ahmad Ali MD, M.A., Ketua Yayasan Manhajuna Madania Salam Kota Tangerang, Anggota Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Prov. Banten, Dosen Tetap Pascasarjana Universitas PTIQ Jakarta, Wakil Sekretaris Lembaga Pentashih Buku dan Konten Keislaman Majelus UIama Indonesia (LPBKI MUI) Pusat. 

*) Tulisan ini pertama kali dimuat di Koran Radar Banten Online, www.radarbanten.co.id, pada 1 Juni 2023.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

0 Comments
scroll to top